Total Tayangan Halaman

55670

Jumat, 30 Maret 2012

ASAL-USUL MARGA SIPAYUNG

    Tarombo Raja Silahisabungan di Huta Silalahi Nabolak, Dairi  , mengurai bahwa Raja Silahisabungan hanya memiliki dua (2) istri dan delapan (8) putra yaitu : Lohoraja, Tungkirraja, Sondiraja, Butarraja, Dabaribaraja, Debangraja, Baturaja, Tambunraja serta satu putri yakni Deang Namora.
    Tungkir Raja memiliki tiga (3) anak, yaitu : Sibagasan, Sipakpahan dan Sipangkar. Adalah Guru Paung keturunan Sibagasan yang memakai marga Sipayung. Dari Silalahi Nabolak keturunan Sipayung kemudian merantau ke Samosir dan Simalungun. Di Samosir, keturunan Sipayung diam bi Parbaba bersama keturunan Situngkir yang sudah lebih dulu berdiam di Parbaba, Samosir.
    Saya pernah membaca tulisan Kerajaan Purba Simalungun yang kemudian mengangkat marga Sipayung sebagai Panglima Goraha ( kepala pasukan kerajaan ) di kerajaan Purba karena kesaktiaanya. Sang Panglima kemudian dikawinkan dengan parboruon Kerajaan sehingga Sipayung menjadi Boru di Kerajaan Purba. Dari kisah ini kemudian kehadiran marga Sipayung di Kerajaan Purba diakui dan dianggap sebagai bagian dari Kerajaaan.
    Kisah lain dari Simalungun, marga Sipayung kemudian mengikat perjanjian (padan) dengan marga Sinaga. Sehingga antara marga Sinaga dan Sipayung merupakan satu kesatuan dan diharamkan untuk saling kawin-mengawini ( sampai sekarang ini, perjanjian ini masih berlaku dibeberapa daerah di Simalungun Kahean). Dengan demikian , sejak kesepakan perjanjian itu, keberadaan marga Sipayung di Simalungun tidak dipermasalahkan lagi oleh marga-marga di Simalungun.
    Keturunan Sipayung telah diterima Simalungun. Bahkan di daerah Raya Kahean, didapati sebuah perkampungan yang disebut Huta Payung, dimana kampung tersebut hanya dihuni (mayoritas) marga Sipayung. Meski secara tarikh tidak ada fakta yang jelas sejak kapan keberadaan marga Sipayung bermukim disana, yang jelas marga Sipayung sejak lama sudah eksis di Simalungun. Itu sebabnya, marga Sipayung saat ini juga masih banyak didapati sebagai tetua-tetua (sesepuh) kampung ataupun adat di Simalungun.
Di Simalungun, banyak kemudian keturunan Raja Silahisabungan dari Silalahi Nabolak seperti Sihaloho, Situngkir, Sigiro, Sidabutar, Sidabariba, dll, kemudian mengganti marganya menjadi Sipayung. Uniknya kemudian ada Sipayung Sihaloho, Sipayung Silalahi, dll.
    Pada masa kolonialisme, Belanda meng-eksodus orang bermarga-marga dari Tapanuli dan Karo di Simalungun sebagai pekerja perkebunan dan pertanian. Populasi imigran ini sangat pesat , sehingga mengakibatkan pengambilalihan tanah-tanah rakyat Simalungun oleh para pendatang dan hal ini sudah dianggap sangat membahayakan masyarakat Simalungun waktu itu. Maka Raja Maropat di Simalungun (yaitu Raja : Raya, Siantar, Tanohjawa dan Purba) mengadakan Harungguan Raja Marompat (rapat besar empat raja) yang kemudian mengeluarkan ultimatum : “hanya ada empat marga yang boleh memiliki tanah-tanah di Simalungun”, sedangkan marga-marga lain ( selain : Damanik, Purba, Saragih, Sinaga ) hanya sebagai pemakai atau pengusaha dan harus tunduk dengat aturan-aturan kerajaan Simalungun. Kondisi ini sempat mengakibatkan situasi yang mencekam di Simalungun , karena banyak terjadi pengusiran bahkan pembunuhan suku-suku pendatang di Simalungun.
    Kondisi ini sangat berbeda dengan marga pendatang seperti Sipayung, karena marga Sipayung jauh sebelumnnya telah diterima dan memiliki perjanjian darah dengan marga Sinaga. Alhasil, banyak marga-marga keturunan Raja Silahisabungan , seperti marga: Sihaloho, Situngkir, Silalahi dan lain-lain , kemudian mengakuisisi Sipayung dengan mengganti marga mereka menjadi Sipayung. Itu sebabnya kemudian di Simalungun terjadi suatu kebiasaan , jika seseorang bertanya ; “Sipayung apa?” , kemudian dijawab : “ Sipayung Silalahi, Sipayung Sihaloho, Sipayung Sinurat , dan sebagainya”.
    Demikian halnya di Tanah Karo, keturunan Silahisabungan kemudian berafiliasi dengan marga Sembiring. Sehingga kemudian ada sebutan marga : Sembiring Sinulaki, Sembiring Keloko, Sembiring Sinupayung, dan sebagainya. Bahkan lebih jauh, setelah ikatan perjanjian darah antara Sipayung dan Sinaga, banyak kemudian terjadi pertukaran marga karena umumnya beranggapan bahwa marga mereka adalah sama. Marga Sipayung kemudian mengganti marganya dengan Sinaga dan sebaliknya. Akibat kelamnya masa lalu tersebut, Sipayung di Simalungun  kemudian menjadi membatasi diri dan sampai hubungan kerabat di Samosir juga terputus. Alhasil, asal-usul Sipayung di Simalungun umumnya tidak dimengerti oleh keturunannya karena enggan untuk diceritakan.
Ini merupakan fenomena dan jangan menjadi penghalang, terlebih apabila bertemu dengan marga Sipayung dari  Samosir yang umumnya agak mengecilkan keberadaan Sipayung dari Simalungun.
    Ketika terjadi Revolusi Sosial di Simalugun (Maret 1946), dimana penguasa di Simalungun (Raja, Tuan) dan kerajaan-kerajaan di Simalungun dibumi hanguskan ( dibantai dalam pembunuhan massal ) oleh para pemberontak (revolusioner) pro-kemerdekaan yang menuntut sistem kerajaan (feodalisme) dihapuskan di Sumatera Timur ( termasuk Simalungun ) dan segera menjadikan sistem pemerintahan Negara Sumatera Timur. Hanya dalam waktu semalam, kebiadaban itu terjadi. Beberapa kerajaan dan keluarga kerjaaan ,  Raja dan Tuan-tuan di Simalungun lenyap diculik dan dibunuh.
    Pasca revolusi sosial, kemudian marga-marga pendatang yang sempat berafiliasi dengan marga-marga Simalungun kemudian memisahkan diri lagi dan kembali kepada klan marga-marga aslinya. Demikian halnya dengan marga-marga Sihaloho, Situngkir, Sinurat. Namun tidak sedikit pula yang tetap mempertahankan marga Sipayung sebagai marga keturunannya dan sampai sekarang ini keberadaan Sipayung di Simalungun sudah tidak ada bedanya sebagaimana keberadaan marga Damanik, Purba, Saragih dan Sinaga di Simalungun. Karena kelamnya masa lalu tersebut, sehingga marga-marga ini harus mengganti marga mereka. Meski pada dasarnya mereka adalah satu keturunan, dari Silahi Sabungan.
    Hanya saat ini , masih banyak marga-marga Sipayung belum begitu jelas akan kisah ini sehingga belakangan ini keturunan Sipayung banyak yang kemudian enggan menerima keberadaan mereka sebagai Pomparanni Raja Silahisabungan karena memang mereka telah dilahirkan oleh Simalungun dan menjadi bagian dari darah-daging Simalungun.
Horas, Diateitupa, Mauliate ( by. Hoga Sipayung )

Sumber : http://sayhaleluya.wordpress.com/2011/09/20/sipayung-asal-usulnya-dari-mana/


Lihat Juga Link :

1. http://garamasilimakuta.blogspot.com/2009/11/sejarah-simalungun.html 
2. http://garamasilimakuta.blogspot.com/2009/11/sambungan-sejarah-simalungun.html 
3. http://garamasilimakuta.blogspot.com/2009/11/sambungan-sejarah-simalungun_18.html
4. http://garamasilimakuta.blogspot.com/2009/11/siapakah-yang-disebut-sebagai-orang.html
5. http://garamasilimakuta.blogspot.com/2011/05/kerajaan-purba.html
6. http://garamasilimakuta.blogspot.com/2011/09/musik-tradisional-simalungun.html
7. http://garamasilimakuta.blogspot.com/2012/03/marga-marga-simalungun.html
8. http://garamasilimakuta.blogspot.com/2012/03/asal-usul-marga-purba.html
9. http://garamasilimakuta.blogspot.com/2012/03/sinaga.html
10. http://garamasilimakuta.blogspot.com/2012/03/damanik.html
11. http://garamasilimakuta.blogspot.com/2012/03/asal-usul-marga-sipayung.html
12. http://garamasilimakuta.blogspot.com/2012/03/identitas-simalungun-dari-persaudaraan.html
13. http://garamasilimakuta.blogspot.com/2012/03/tarombo-marga-sipayung.html
14. http://garamasilimakuta.blogspot.com/2012/03/benarkah-marga-girsang-bukan-cabang.html
15. http://garamasilimakuta.blogspot.com/2012/03/revolusi-sosial-berdarah-di-simalungun.html
16. http://garamasilimakuta.blogspot.com/2012/04/patunggung-simalungun.html 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar