Marga Munthe unik bila dibanding dengan nama keluarga lainnya. Pasalnya Munthe digunakan oleh berbagai suku, daerah, wilayah, atau kumpulan penduduk yang mendiami tanah sekitar danau Toba. Meliputi, Tongging Sipituhuta, Tanah Karo Simalem, Dolok Sanggul, Toba, Mandailing dan Angkola, Labuhan Batu, Simalungun, Gayo Luas dan Alas, Pakpak Dairi. Dan kabarnya, Munthe ada juga mengelompok di daerah tertentu pulau Sulawesi Irian.Di Sulawesi mereka menyebut Muntu dan desanya dinamai Desa Munte.
Uniknya Lagi Munthe Itu. Sudah digunakan oleh 12 orang diantara tahun 1000-1499 .Tertua bernama Ascricus van Munte (1072 – …) tinggal di Vlanderen wilayah Belgia sekarang.
Di Norwegia, keturunan Ludvig Munthe (1593-1649) disusun rapi silsilahnya oleh Severre Munthe, dalam buku Familiem Munthe In Norge. Kini (1995) jumlah keturunannya lima ratus lebih. Munthe Norwegia menyatakan bahwa Vlanderen adalah tanah asal leluhur mereka. Tampaknya, penghargaan kepada leluhur tertua itu maka web side dinamai http://www.geocities.com/-ascricus/genealogy/surnames.htm
Sitor Situmorang pada buku Toba Na Sae menulis”…terutama Barus yang sejak abad dini (sejak kira-kira abad 5) sudah disinggahi oleh perahu-perahu layar antar benua sebagai pelabuhan pengekspor kemenyan dan kamper (Kapur barus).” Pelabuhan Barus memang merupakan pintu satu satunya wilayah barat Sumatera Utara.
Penulis yang sama dalam bukunya Guru Somalaing dan Modigliani Utusan Raja Rom mengemukakan bahwa Barus telah dicatat sebagai berikut:
1. Tahun 150 oleh sarjana Ptolemaeus di Aleksandria (Mesirsekarang).
2. Tahun 692 oleh I-tsing.
3. Tahun 846 oleh Ibnu Chordhadhbeh.
4. Tahun 851 oleh Raja Sulaiman.
5. Tahun 1088 ada pemukiman Bangsa Tamil.
6. Tahun 1292 oleh Marco Polo.
Di Jakarta (1971). Kapten J. Munthe, Mayor David Munthe, Joahan Munthe, Karel Munthe,Tumbungan Munthe, John Munthe, Banuara Munthe, M. Situmorang, Hasugihan dan Polisten Munthe. Sepakat membentuk Pungguan Munthe.
Januari 2001 di Kantor Kejaksaan Kebayoran dan sepakat membentuk FORUM KOMUNIKASI MARGA MUNTHE INDONESIA ( FKMMI). Terdiri dari,
1. Marga Munthe dari Tongging Sipituhuta,
2. Marga Ginting Munthe dari Puak Karo,
3. Marga Munthedari Dolok Sanggul,
4. Marga Munthe dari Puak Toba,
5. Marga Dalimunthe dari Mandailing dan Angkola,
6. Marga Dalimunthe dari daerah Labuhan Batu,
7. Marga Saragih Munthe dari Puak Simalungun,
8. Marga Munthe dari Gayo Luas dan Alas,
9. Marga Munthe dari Puak Pakpak Dairi,
beserta anakberu masing-masing. Diresmikan pendiriannya pada tanggal 8 April 2001 di Gedung Sejahtera Jakarta.
Groups “sadamunthe” di INTERNET Dipasang Maret 2003 dengan alamat : http://www.groups.yahoo.com/sadamunthe tampilannya sudah memadai dan diharapkan keluarga muda “Munthe” dan generasi muda “Munthe”menggunakan media ini, sebagai sumbang saran, tempat menyimpan file “Munthe” dan file FKMMI.
Desa Ajinembah, Banyak Disebut Berkaitan Dengan “Munthe”. “Disanalah ia menjadi orang sakti yang menguasai segala persinumbahan (ilmu –ilmu gaib dan Oppung Jelak Karo menamakan tempat itu Aji Nembah pertapaan sakti dan keramat) dan ahirnya disanalah ia menetap dan membuka huta yang dia namakan Huta Aji Nembah”.
Tn Sipinangsori (1395-1435) Berasal dari Ajinembah Karo landen, anak Jelak Karo, tiba di Raya Simbolon sekitar tahun 1428 menunggang horbo Sinanggalutu (Versi FKMMI Puak Simalungun. Buku Kenangan Marga Munthe, hal. 81,83, 95) Seorang Dalimunthe cerita. Bahwa leluhurnya zaman duhulu kala takkala sampai di daerah Labuhan Batu membawa bibit semacam kacang yang disebut “dali”. Kacang ditanam dan panen pada waktunya.Ternyata para tetangga suka akan kacang tersebut. Dan para tetangga menyebut kan “Tolong ambilkan (mungkin barter) kacang “dali-Munthe” “. Begitulah penyatuan kata terus menerus dan menjadi sapaan bersahabat, “Dalimunthe.”Munthe lah leluhur kami” kata penutur cerita menutup ceritanya.. “Dalimunthe kami ini, turunan dari penunggang kerbo Nengga Lutu dari Ajinembah” kata Ketua FKMMI wilayah/daerah Padanglawas. Seorang Saragih Munthe cerita Lagi. “Tolong dalam menuliskan nama saya, ada “Saragih” nya” katanya tegas namun senyum. “Pasalnya, leluhur kami dahulu kala tak boleh punya tanah di Raya kalau tidak menuliskan “Saragih” sebelum Munthe” lanjutnya sambil tersenyum simpul. “Dan leluhur kamilah penunggang “Kerbo Nenggala Lutu” dari Ajinembah itu” timpal seorang Saragih Munthe lainnya yang duduk disampingnya.
“Menurut nenek kami (Oppung) bahwa Marga Munthe yang ada di Pengambatan berasal dari Aji Nembah (Kabupaten Karo)” kata Ketua FKMMI Sipituhuta . (Buku Kenangan Marga Munthe, hal. 221)
David Munthe Seorang Anthrofologi. Tinggal di Madagaskar asal Norwegia. Mengunjungi Kuta Ajinembah, diantar oleh Pengurus Nomensen dan diterima oleh Pendeta Pantekosta Ajinembah (1971). David mengemukakan bahwa leluhurnya berasal dari Ajinembah . Dia tahu rumah sendi, dan mengatakan “putih” dalam bahasa ibunya dengan “Mbulan”. (Penutur, penduduk Ajinembah, 2001).
Jadi, mungkin saja terjadi, seorang Munthe petualang naik ke kapal dan kemudian turun pada suatu daerah pelabuhan, kemudian menetap pada suatu daerah tertentu. Tampaknya pelabuhan Barus punya peran. Peran memberangkatkan atau menerima pendatang baru yang kemudian menetap.
Gimut, Jakarta 04082009
Sejarah
Tags: munte, munthe, Sejarah, sejarah munthe
Lihat Juga :
1. http://garamasilimakuta.blogspot.com/2010/02/munthe-overview-written-by.html
2. http://garamasilimakuta.blogspot.com/2009/11/asal-marga-munthe.html
Total Tayangan Halaman
Rabu, 25 November 2009
Sejarah Marga Saragih Dari Sudut Pandang Suku Simalungun
Kali ini saya coba membahas tentang marga Saragih yang banyak mendiami Tanah Simalungun bahkan bisa dikatakan merekalah salah satu penduduk asli Tanah Simalungun.
Saat ini banyak berkembang mengenai sejarah marga ini yang selalu digencarkan oleh pihak Toba bahwa marga Saragih ini adalah hasil diaspora dari keturunan Saragi Tua anak dari Raja Nai Ambaton,namun saya tidak sepaham dengan sejarah yang menurut saya rekaan pihak Toba namun hanya merupakan kebetulan sama nama aja antara Saragi anaknya Raja Nai Ambaton dengan Saragih yang berada di Simalungun yang diyakini berasal India atau sekisaran Kerajaan Nagore tempo dahulu.
Adapun Raja Nai Ambaton bukanlah raja yang seperti kita bayangkan selama ini bahwa ia mempunyai kerajaan, kekuasaan yang luas dan rakyat tapi Raja Nai Ambaton hanyalah sebutan raja alias kepala kampungnya saja seperti halnya Raja Silahisabungan dan juga Raja Sisingamaraja karena rakyat Toba tidak pernah mengenal sistem tertata feodalisme seperti yang dijalankan oleh Raja-Raja di Simalungun yang benar-benar sebuah Kerajaan pada arti sebenarnya.
Alkisah seorang keturunan Raja Saragih di Simalungun masuk hutan untuk berburu hewan buruan, si Saragih ini ditemani berburu dengan Harimau kesayangannya, keasyikan berburu tanpa ia sadari bahwa ia sebenarnya sudah jauh meninggalkan tanah Simalungun dan berada di Tanah Toba. Rupanya ia tersesat di daerah yang baru pertama kali datangi tersebut.
Tinggallah ia di sana dan menikahi gadis boru Toba kemudian beranak ia dan menghasil anak-anak yang kemudian akan menurunkan marga Simarmata, Turnip, Manihuruk, Sitanggang dsb..
Ketika usianya semakin tua, rindulah si Saragih ini pada kampung halamannya di Simalungun, ia pun berniat untuk kembali, sebelum ia berangkat balik ke Simalungun ia berpesan kepada anak dan cucunya bahwa mereka wajib untuk kembali ke Tanah Simalungun karena aslinya leluhur dan tanah mereka adalah di Simalungun bukan di Toba.
Makanya mengapa banyak marga-marga yang katanya tergabung dalam “Parna” tsb selalu digerakkan untuk kembali ke Simalungun dibandingkan dengan marga-marga Toba lainnya.Ini dikarena bahwa Simalungunlah tanah leluhur mereka.
Kita bisa mengambil contoh dari marga Simarmata yang lebih banyak bersembunyi dibalik marga Saragih yang artinya lebih banyak marga Simarmata yang di Simalungun ketimbang dengan Simarmata yang berada di Toba.
Ini hanyalah mengisahkan ulang sejarah marga Saragih dari sudut pandang Sejarah Marga Saragih Simalungun, jika ada yang terganggu dengan kisah sejarah ini, saya mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Diatei Tupa
Langganan:
Postingan (Atom)